Syuaib bin Harb adalah seorang lelaki shalih.
Ia salah seorang tabi’ut tabi’in yang terkenal rajin puasa dan shalat malam.
Ketika mengkhitbah seorang wanita yang ingin dinikahinya, Syuaib berkata kepadanya dengan penuh tawadhu’: “Aku adalah lelaki yang berperangai buruk”
Wanita itu kemudian menjawab dengan sopan, “Orang yang berperangai lebih buruk darimu adalah orang yang membiarkanmu berperangai buruk.”
Menyadari wanita tersebut adalah wanita yang cerdas dan bijaksana, Syuaib pun menikahinya. Kehidupan mereka kemudian adalah kehidupan suami istri shalih dan shalihah. Menjadi keluarga taqwa sekaligus keluarga penuh cinta.
Mendapatkan suami yang ‘sempurna’ adalah harapan setiap wanita. Namun, seringkali wanita mendapati suaminya tidak selalu sama dengan harapannya. Kadang suami malas bangun malam. Kadang suami tidak rajin berpuasa. Bahkan, ada suami yang terlalu sibuk kerja hingga menjauh dari Rabbnya.
Hari-hari pertama menikah segalanya demikian indah. Yang ada hanyalah cinta. Namun seiring terbit-tenggelamnya sang surya, segalanya mulai tersibak. Ada kekurangan suami yang mulai nampak.
Seorang istri yang baik, istri yang penuh cinta kepada suaminya, istri yang mengharapkan keluarganya menjadi sakinah mawaddah wa rahmah; ia tidak menyalahkan keadaan.
Ia sadar kini ia telah menjadi istri. Ia pun sadar bahwa keluarganya adalah medan amal menuju surga. Maka ia membantu suaminya menjadi lebih baik.
Ia tak bosan mengingatkan suaminya menjadi lebih dekat kepada Allah Azza wa Jalla.
Ia memotivasi suaminya agar semangat beribadah.
“Orang yang lebih buruk dari suami yang buruk adalah istri yang membiarkan suaminya berakhlak buruk” demikian prinsip hidupnya.
Tersebab pria itu sudah menjadi suaminya, ia selalu berdoa kepada Allah agar memperbaiki suaminya.
Menjadi imamnya.
Menjadi pemimpinnya di dunia dan menjadi pasangan abadi di surga.
Wanita yang baik, ia sadar bahwa Allah-lah Yang Maha Kuasa membolak-balikkan hati manusia. Maka sebagaimana doa Nabi yang sering dipanjatkan:
"Allahumma yaa muqallibal quluub, tsabbit quluubanaa ‘alaa diinik,"
maka ia pun berdoa dengan doa yang sama.
Ia meminta kepada Allah agar menjadikan ia dan suaminya istiqamah di atasa agamaNya, ia memohon kepada Allah agar selalu membimbing suaminya, ia terus berdoa agar Allah memberi hidayah dan taufiq kepada suaminya.
Apa yang lebih membahagiakan seorang istri daripada memiliki suami shalih yang layak menjadi imamnya, lalu mereka mengayuh biduk rumah tangga bersama menuju ridhaNya.
Karenanya ia senantiasa berdoa dan berusaha mengingatkan suaminya untuk menjadi tumbuh bersama dalam kebaikan dan syariat Islam.
[Webmuslimah.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar